Larantuka adalah salah satu destinasi wisata bagi kebanyak orang khatolik. Di tempat ini banyak sekali peninggalan bersejarah mengenai cerita agama tersebut sehingga dijadikan tempat suci. Dulunya pemerintahan di daerah ini dipercayai berupa kerajaan. Dulunya tempat ini dikuasai oleh pemerintahan hindu – buddha. Namun sekarang berubah menjadi kristen dan katolik.
Lengang. Itulah yang kami rasakan siang tadi saat mengeliling kota Larantuka. Tapi malam ini begitu berbeda. Semua orang berkumpul dan saling menari. Sopi menjadi minuman hangat untuk menyambut para tamu. Semuanya melebur jadi satu, untuk memeriahkan acara Tour De Flores esok hari.
Tapi kali ini aku tak akan menceritakan tentang meriahnya malam ini. Aku akan menceritakan tentang napak tilas tentang kisah religi di Larantuka. Pada zaman dahulu kala, Larantuka adalah sebuah kerajaan besar. Sang Raja yang bernama Ola Adobala dan semua masyarakatnya menganut Animisme. Lalu sekitar tahun 1600an datanglah Portugis ke Larantuka untuk menyebarkan agama Katholik. Saat itu, Raja sendiri di baptis oleh salah satu pemuka agama Portugis.
Nah, beredar cerita saat itu Bunda Maria pernah menampakkan diri di pantai Larantuka dan lalu menjelma sebagai sebuah patung perempuan berjubah biru setinggi 160cm yang kemudian dikenal dengan nama Tuan Ma. “Tuan” berarti orang yang dihormati dan “Ma” berarti Ibu. Pada awalnya masyarakat Larantuka menyimpan patung tersebut tanpa tahu bahwa patung itu adalah perwujudan “Mater Dolorosa” (Bunda Maria Berdukacita) hingga akhirnya mereka menunjukan patung tersebut pada bangsa Portugis. Karena keajaiban itulah, Raja Larantuka membangun kapel khusus untuk menyimpan patung Tuan Ma yang hanya dikeluarkan satu tahun sekali, tepatnya untuk prosesi perayaan Paskah. Prosesi itu dikenal dengan nama pekan suci “Semana Santa”. Saat pekan suci, umat Katolik dari berbagai penjuru dunia datang untuk berziarah dan mengikuti seluruh prosesi Semana Santa.
Tak ayal, setiap tahun saat perayaan Paskah, Larantuka menjadi kota yang sangat meriah. Dari yang awalnya lengang dan sepi, tiba-tiba padat dan ramai. Semua umat Katolik saat itu memanjatkan doa dan harapan.